JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi melalui langkah tegas dengan menyita uang senilai Rp11,8 triliun terkait perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) tahun 2022.
Penyitaan fantastis ini berasal dari lima korporasi besar yang sebelumnya sempat diputus bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag) tersebut sempat menuai kontroversi, karena diduga ada permainan suap terhadap hakim.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, mengungkapkan bahwa jumlah uang yang disita senilai Rp11.880.351.802.619. Penyitaan ini dilakukan pada tahap penuntutan setelah kelima perusahaan, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia, mengembalikan dana kerugian negara ke rekening Kejaksaan pada Bank Mandiri pada akhir Mei 2025.
Meski telah mengembalikan dana, Kejagung tetap melanjutkan proses hukum. Kasasi tengah diajukan dan Kejagung telah menyertakan penyitaan dana ini ke dalam memori kasasi, agar menjadi pertimbangan Mahkamah Agung. Uang ini diharapkan dapat dikompensasikan sebagai bentuk pengganti kerugian negara, meski keputusan akhirnya tetap ada di tangan hakim.
“Uang yang telah kami sita telah mendapat izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dijadikan alat bukti pada tahap kasasi,” terangnya.
Sebagian dari uang sitaan bahkan dipamerkan di Gedung Kejagung, dengan tumpukan fisik mencapai dua meter hanya untuk memperlihatkan Rp2 triliun dari total Rp11,8 triliun.
Baca Juga: Ketika Danantara Menyambut Kampus: Sinyal Kebutuhan Talenta Unggul BUMN Hadapi Arus Perubahan
Dalam kesempatan yang sama, Kejaksaan juga menanggapi isu negatif yang sempat beredar di media sosial. Sebuah video permintaan maaf dari Marcela Santoso diputar. Ia mengakui telah lalai dalam menayangkan konten yang menyerang pribadi Jaksa Agung dan sejumlah pejabat Kejagung, termasuk Jampidsus dan Direktur Penyidikan.
“Saya sadar kesalahan saya, dan saya memohon maaf sedalam-dalamnya,” kata Marcela dalam video tersebut.
Menanggapi hal itu, Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menegaskan bahwa konten-konten tersebut berisi informasi tidak benar.
“Pernyataan klarifikasi ini murni tanpa paksaan. Semoga masyarakat lebih bijak dalam menerima informasi,” tutupnya. (Redaksi)