Samarinda – Sebuah landmark baru di Simpang Lembuswana, Samarinda, yang disebut-sebut merepresentasikan Pesut Mahakam, menuai sorotan tajam dari publik. Warganet mempertanyakan bentuk ikon berwarna merah muda itu, yang dinilai tidak menyerupai mamalia air tawar khas Sungai Mahakam.
Dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda dengan anggaran Rp 1,1 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), struktur tersebut diharapkan menjadi simbol kebanggaan baru ibu kota Kalimantan Timur. Namun, ekspektasi itu rupanya berbanding terbalik dengan reaksi publik.
“Pas lagi lampu merah, merhatikan ini, bingung. Katanya bentuknya pesut Mahakam, tapi nggak tahu pesutnya di bagian mana,” tulis salah satu pengguna Instagram, menanggapi unggahan foto landmark itu.
Reaksi serupa juga datang dari warganet lain yang membandingkan desain tugu tersebut dengan logo aplikasi peramban daring. “Malah seperti logo Opera,” tulis akun lainnya.
Tak sedikit pula yang menyayangkan penggunaan dana miliaran rupiah untuk proyek yang dianggap kurang mewakili identitas lokal. Beberapa komentar menyarankan agar dana tersebut dialihkan untuk perbaikan infrastruktur dasar, seperti jalan rusak dan penerangan umum.
Sementara itu, anggota DPRD Kalimantan Timur dari daerah pemilihan Samarinda, M. Darlis Pattalongi, menolak berkomentar secara langsung terkait kontroversi tersebut. Namun ia menekankan bahwa nilai proyek tidak bisa dinilai hanya dari wujud fisik semata.
“Memang tidak semua bisa dilihat secara kasat mata. Ada nilai-nilai estetika atau teknis yang tidak selalu tampak,” ujar Darlis saat ditemui, Kamis (2/1/2025).
Ia menambahkan bahwa detail perencanaan dan pengawasan pembangunan merupakan ranah DPRD Kota Samarinda. “Untuk komentar lebih jauh, saya serahkan kepada rekan-rekan di DPRD Kota. Mereka yang membahas perencanaannya,” imbuhnya.
Hingga saat ini, Pemerintah Kota Samarinda belum memberikan penjelasan resmi terkait desain dan filosofi di balik pembangunan landmark tersebut.