KUTAI TIMUR – Untuk mendorong produktivitas kakao di Kalimantan Timur, Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim mengadakan Sekolah Lapang khusus bagi petani kakao di Desa Rantau Sentosa, Kecamatan Busang. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, mulai 17 hingga 19 Juni 2025, dengan fokus utama pada penerapan praktik budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kegiatan ini dibuka secara simbolis oleh Plt Kepala Disbun Kaltim yang diwakili oleh Penyuluh Pertanian Ahli Muda Bidang Pengembangan Komoditi, Muhammad Fahrozi. Dalam keterangannya, Fahrozi menyampaikan pentingnya pelatihan ini dalam menjawab berbagai tantangan teknis yang selama ini dihadapi petani kakao.
“Pelatihan ini dirancang untuk memperkuat pemahaman petani terhadap teknik budidaya yang benar dan efisien, agar hasil panen bisa terus meningkat tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan,” kata Fahrozi, Senin (23/6/2025).
Fahrozi juga menekankan bahwa wilayah Kutai Timur memiliki potensi besar untuk menjadi sentra kakao di Kaltim, dengan luas lahan mencapai 1.161 hektare dan produksi tahunan sekitar 765 ton. Namun demikian, ia tidak menampik bahwa petani masih menghadapi berbagai kendala, seperti harga pupuk yang mahal, gangguan hama, serta minimnya pemahaman terhadap teknologi budidaya terkini.
“Sejak 2010, kami sudah menyalurkan bantuan pengembangan kakao di Kecamatan Busang dengan total cakupan mencapai 445 hektare. Tapi tentu saja, ini perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM petaninya,” tambah Fahrozi.
Pelatihan ini menghadirkan dua pemateri dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia, yakni Avan Nur Diyansyah dan Hikmatullah Adicahyo. Mereka membekali peserta dengan pengetahuan praktis seputar agronomi dan pemuliaan tanaman kakao, termasuk teknik budidaya yang tepat serta strategi pengendalian hama berbasis musuh alami.
Sesi pelatihan berlangsung di lahan pertanian secara langsung. Metode praktik lapangan dipilih agar petani bisa mengamati dan mempraktikkan teknik secara nyata. Mereka juga dikenalkan pada konsep Tanaman Sehat dan pentingnya monitoring berkala dalam menjaga keberlangsungan produksi.
Langkah ini diharapkan mampu menjadi awal dari transformasi sektor kakao lokal menuju pertanian yang lebih modern dan berdaya saing tinggi. (Zahra/Redaksi)