KUTAI KARTANEGARA – Saya datang ke forum diskusi pemuda yang digelar oleh KNPI Kukar bukan sebagai siapa-siapa. Bukan membawa nama lembaga atau kepentingan politik. Saya hanya ingin mendengar, berpikir, dan menyampaikan pandangan sebagai bagian dari hak saya sebagai warga negara.
Namun, yang saya temui justru pengalaman yang mengguncang. Forum itu tiba-tiba dibubarkan oleh sekelompok orang dengan dalih bahwa kegiatan ini ilegal karena KNPI yang menyelenggarakan dianggap tidak sah. Mereka datang dengan suara keras, membentak, menciptakan tekanan yang sangat nyata. Rasanya seperti ada yang menyerang, bukan berdialog. Sebagai perempuan, saya merasa tidak hanya terintimidasi, tapi juga terguncang secara mental.
Pembubaran itu bukan hanya bentuk arogansi, tapi juga bentuk nyata dari pengingkaran terhadap demokrasi. Bukankah kita dijamin oleh konstitusi? Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. UU HAM No. 39 Tahun 1999 Pasal 24 ayat (1) juga menegaskan hal serupa: setiap orang berhak berkumpul dan berapat untuk tujuan damai.
Saya kecewa, karena kehadiran kami diperlakukan seperti ancaman. Padahal kami hanya ingin belajar, berdialog, dan tumbuh sebagai bagian dari pemuda Kukar. Yang lebih menyakitkan, forum yang seharusnya menjadi ruang aman justru menjadi ruang penuh tekanan. Terutama bagi perempuan seperti saya, yang masih sering dianggap suara kelas dua dalam forum publik.
KNPI seharusnya menjadi tempat kita semua tumbuh bersama, bukan alat politik yang digunakan untuk membungkam. Legalitas organisasi bisa diperdebatkan di forum resmi. Tapi hak orang untuk berkumpul, berbicara, dan berdiskusi itu tidak bisa dibubarkan begitu saja. Apalagi dengan cara-cara intimidatif.
Kalau ruang diskusi pemuda saja bisa dibubarkan seenaknya, bagaimana kita bisa berharap ada ruang yang lebih besar untuk berpikir kritis? Kalau perempuan yang datang dengan niat belajar malah merasa takut, bagaimana kita bisa bicara tentang pemberdayaan?
Forum pemuda adalah tempat tumbuh bersama bukan ruang yang di tentukan sah atau tidaknya surat keputusan tapi itikad baik dan niat tulis membangun kukar bersama sama. Saya hanya ingin kita jujur: apakah kita benar-benar siap memberi ruang bagi semua suara? Atau kita masih memilih diam saat ruang-ruang itu dibungkam?
Karena hari ini, saya merasakannya sendiri. Ruang diskusi yang seharusnya aman, justru terasa mengancam. Dan itu bukan hanya masalah teknis. Itu masalah demokrasi dan martabat. (*/)
Oleh: Ellisa Wulan Oktavia – Aktivis Perempuan Kutai Kartanegara
*Semua Artikel/opini yang diterbitkan kaltimberswara.com adalah tanggung jawab penulis