BERAU – Wakil Ketua Komisi III DPRD Berau DPRD Berau, Ahmad Rifai, menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Berau memperkuat strategi pendampingan bagi komunitas adat terpencil yang selama ini hidup dengan pola tradisional dan jauh dari layanan dasar. Ia menilai bahwa program yang pernah dijalankan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat karena minimnya pendekatan budaya dan kesinambungan pelaksanaan.
Rifai menjelaskan bahwa beberapa wilayah seperti Teluk Sumbang menjadi contoh betapa komunitas adat di Berau masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan.
Mereka bertahan dengan kebiasaan turun-temurun, baik yang mendiami gua di kawasan pedalaman maupun yang hidup berpindah-pindah di wilayah laut. Kondisi tersebut membuat mereka rentan tertinggal dari perkembangan daerah.
Menurut Rifai, pemerintah sebenarnya telah mencoba memberikan pelatihan dan menyediakan rumah yang lebih layak. Namun penerapannya menemui tantangan besar karena sebagian masyarakat memilih kembali ke pola hidup awal.
“Ini menunjukkan bahwa perubahan tidak bisa dilakukan dengan cara instan. Mereka membutuhkan pendampingan yang betul-betul memahami budaya dan cara hidup mereka,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah harus diulang dan diperkuat agar benar-benar mampu menyentuh akar persoalan. Rifai menilai bahwa pendampingan tidak boleh berhenti pada pembangunan fisik semata.
“Yang dibutuhkan bukan hanya rumah atau bantuan, tetapi pendampingan yang sabar, berkelanjutan, dan menghormati identitas mereka,” katanya.
Rifai juga menyoroti bahwa perbedaan karakteristik antara masyarakat gua dan masyarakat laut mengharuskan adanya strategi khusus untuk masing-masing kelompok. Tantangan yang mereka hadapi berbeda, namun keduanya memerlukan kehadiran pemerintah secara konsisten.
“Tanpa pola pendampingan yang terus-menerus, komunitas adat terpencil akan tetap berada dalam ketertinggalan,” tuturnya.
Selain itu, ia memberikan apresiasi terhadap upaya Pemkab Berau yang dinilainya telah membawa perubahan positif meski belum signifikan. Namun ia mengingatkan bahwa ukuran keberhasilan tidak terletak pada seberapa cepat program berjalan, melainkan pada kemampuan komunitas adat untuk mandiri dan sejajar dengan masyarakat lainnya.
“Pendampingan jangka panjang adalah fondasi utama. Ini tentang memperjuangkan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara, bukan sekadar memberikan bantuan,” tutupnya. (ADV)








