SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kembali menaruh perhatian besar terhadap kondisi pesut Mahakam yang kini berada di ambang kepunahan. Berdasarkan data Yayasan Konservasi RASI, jumlah satwa endemik khas perairan Mahakam itu kini hanya tersisa 62 ekor di alam liar.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim menegaskan komitmennya untuk memperketat pengawasan serta penegakan hukum dalam melindungi habitat dan populasi pesut.
Kepala DKP Kaltim, Irhan Hukmaidy, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari implementasi prinsip ekonomi biru yang menekankan keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya perairan.
“Kami fokus mencegah berbagai ancaman yang merusak habitat pesut Mahakam, khususnya dari aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan,” ujarnya baru-baru ini.
Ia mengungkapkan, penggunaan jaring kelambu atau sawaran oleh nelayan di sekitar Danau Jempang menjadi penyebab utama kematian pesut. Sekitar 50–60 persen kasus kematian diketahui akibat terperangkap jaring tersebut.
“Kami sudah lakukan penindakan dan sosialisasi agar praktik ini dihentikan,” tegasnya.
Selain aktivitas penangkapan ikan, kondisi Sungai Mahakam juga kian terancam oleh pencemaran limbah tambang dan perkebunan, serta meningkatnya lalu lintas kapal ponton di jalur sungai.
“Kami sudah mengusulkan agar jalur transportasi air tidak melewati kawasan habitat pesut,” jelasnya.
Erosi di sempadan sungai turut memperparah kerusakan lingkungan yang menjadi tempat pesut mencari makan. Karena itu, Irhan menilai penting adanya kerja sama lintas sektor.
Kementerian Perhubungan, katanya, perlu menata jalur transportasi sungai, sedangkan Kementerian Pertanian diharapkan mengendalikan perluasan lahan perkebunan yang berdampak pada ekosistem air.
“Pertambangan pun harus memperhatikan kualitas air. Ekonomi hijau penting, tapi jangan lupakan ekonomi biru,” tandasnya.
Irhan juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dan sektor wisata dalam upaya konservasi.
“Pesut Mahakam bukan hanya ikon Kaltim, tapi simbol keseimbangan antara ekonomi, ekologi, dan sosial. Jika pesut punah, berarti kita gagal menjaga masa depan Sungai Mahakam,” pungkasnya. (Redaksi)









